Powered By Blogger

Senin, 29 November 2010

sebab remaja mudah menjadi korban cyberstalking

1. Terlalu mudah mengungkap informasi pribadi
Orang dewasa umumnya lebih sadar terhadap kejahatan pencurian identitas dan isu-isu keamanan online, sementara remaja cenderung kurang aware dan mudah mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain seperti nama lengkap, tanggal lahir, alamat rumah, nama sekolah, kegiatan, perasaan, hal-hal yang disukai dan tidak disukai, bahkan memajang foto-foto secara sembarangan. Ini menempatkan mereka pada posisi yang berisiko lebih tinggi untuk cyberstalking dan juga cyberbullying.
2. Adanya tekanan sosial
Remaja adalah sosok anak yang dalam tahap perkembangan dan sedang mencari jati diri. Wajar bila emosinya pun belum stabil dan mudah terpengaruh orang lain. Adanya tekanan sosial dari temannya di dunia nyata dapat menyebabkan seorang remaja mencoba mencari pelarian di internet. Bisa jadi, yang tadinya berteman baik saat ini (sering bertukar pesan, foto, dan info pribadi lainnya), esok harinya justru menjadi musuh. Hubungan dinamis ini dapat menyebabkannya terjerumus cyberstalking dancyberbullying.
3. Kurang komunikasi
Kurangnya komunikasi terbuka antara orangtua dan anak atau sikap orangtua yang diktator dan tidak mau bersahabat, membuat anak takut untuk bercerita ini itu kepada orangtua. Walhasil anak akan mencari perhatian dan pelarian untuk curhat dengan teman baru yang dikenalnya di internet. Perlu diketahui, cyberstalker diam-diam sering memata-matai percakapan di ruang chatting untuk mencari mangsa baru. Mereka ini sangat cerdik dan tahu bagaimana cara untuk bisa menyamar sebagai “teman” anak Anda dan tahu persis bagaimana memanipulasi emosi anak Anda.
Sebuah survei yang baru-baru ini digelar menunjukkan bahwa 69 persen dari remaja yang sedang online mengaku mendapat pesan pribadi dari seseorang yang mereka tidak kenal. Lima puluh persen remaja yang memasuki ruang chatroom mengatakan mereka telah berbagi informasi pribadi dengan orang asing, termasuk nomor telepon, alamat dan dimana mereka bersekolah. Dan 73 persen dari permintaan seksual online terjadi ketika  menggunakan komputer di rumah. Dalam kasus terburuk, cyberstalker memikat anak untuk mau melakukan pertemuan rahasia, di mana mereka mengalami pelecehan seksual dan bahkan dibunuh. Menurut Pusat Kehilangan dan Eksploitasi Anak di Amerika, dua dari setiap lima remaja berusia 15-17 hilang diculik sehubungan dengan aktivitas Internet.
Siapa Lagi yang Berisiko?
Remaja bukan satu-satunya yang berisiko menjadi korban ketika mereka membeberkan detil informasi pribadi kepada teman yang tidak mereka kenal di internet. Dengan memberikan informasi seperti alamat rumah, pekerjaan orangtua, rencana liburan keluarga, dan foto-foto, mereka justru akan membuat semua orang yang ada dalam rumah Anda ikut berisiko menjadi korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar